| KLIT HOME | Berita / gosip terbaru KLIT | Photo Founder KLIT | Photo sOP KLIT | Photo aOP KLIT | Photo Lesbian other |
| Cerita-cerita HOT | Photo-photo HOT | Movie-movie HOT | Daftar hitam wanita | Artikel umum | IRC Help |
|
IRC tools | Download | Bintang zodiak | Ramalan cuaca | Serba-serbi | FORUM | Log Out |


KLIT dan Srikandi community masuk peristiwa TV 7 ini dia liputannya yang diambil dari web site laen yang webmaster copy khusus anggota klit !!! untuk lebih jelas hubungi wienda (viewie yang di wawancarai)

Lesbianisme dalam Kemasan "PERISTIWA TV7" 


Agama boleh punya dogma, tapi lesbian ada di sekitar kita…

Dengan kalimat seperti itu, Dana Iswara -dulu dikenal sebagai penyiar RCTI- menutup "Peristiwa" edisi Selasa (4/3/2003) yang mengangkat liputan tentang kehidupan kaum lesbian di Jakarta. Pernyataan yang seolah menjadi kesimpulan dari tayangan berdurasi 30 menit yang disiarkan oleh TV7 mulai pukul 22.00 WIB itu menimbulkan pertanyaan: Lalu kenapa? 

Mengapa harus menabrakkan lesbianisme dengan agama, untuk sebuah tayangan yang menampilkan satu sisi kehidupan nyata itu? Dana Iswara menyambung kata penutupnya itu dengan, …yang dibutuhkan adalah keterbukaan masyarakat untuk menerimanya. 

Baiklah, sebagai penonton acara tersebut, saya adalah bagian dari masyarakat yang sedang dituntut Dana. Keterbukaan macam apa yang harus saya sediakan untuk menerima mereka -perempuan-perempuan yang mencintai sesama jenisnya itu? Dan, mengapa saya harus (bisa) menerima mereka? Mengapa mereka tidak (belajar) untuk menerima dirinya sendiri saja? 

Menonton tayangan yang dikonteks-kan untuk menyambut Hari Perempuan Dunia 8 Maret itu, entah kenapa, hati saya tidak tergerak untuk bersimpati, apalagi menerima, keberadaan satu jenis identitas seksual yang bernama lesbian itu. Dengan demikian, bagi saya, tayangan yang tentu saja bertujuan mulia itu, yakni kurang lebih untuk membuka cakrawala masyarakat atas sebuah realitas marginal yang selalu tersembunyi, tidak membuka cakrawala pandangan saya menjadi lebih memahami keberadaan mereka. 

Lagi-lagi entah kenapa, telinga saya terasa tidak nyaman mendengar jawaban salah satu narasumber tayangan tersebut atas sesi pertanyaan, bagaimana pandangan tentang Tuhan dan agama. Narasumber bernama Dwi menjawab: Saya pribadi, kalau (menjadi lesbian ) ini salah, mengapa kita ada, diciptakan seperti ini? Ya, ya, sebagai bagian dari masyarakat yang dimaksudkan oleh Dana, saya tidak suka dengan jawaban itu. 

Saya akan lebih suka, dan demikian akan lebih mudah jatuh simpati pada mereka, seandainya saja tidak ada pertanyaan tentang Tuhan dan agama. Ini dunia tayangan. Dunia yang mencoba merekonstruksi satu keping realitas dengan pemilihan citra tertentu yang diwakili oleh gambar dan kata-kata yang terseleksi. Ini dunia televisi, sebuah industri tontonan. Membawa Tuhan ke sini hanya akan menjebak, membuat tayangan itu kehilangan kejujurannya dan keharuannya. 

Tuhan membuat narasumber tayangan tersebut emosi, bahkan frustrasi sehingga membuat mereka tidak tulus dan ceria. Di dalam kamar, atau bahkan mungkin di dalam ruang benak yang paling tersembunyi, segala pertanyaan bahkan gugatan tentang Tuhan boleh saja diteriakkan -itu urusan pribadi dari yang bersangkutan. Tapi, hal itu menjadi sesuatu yang mengusik ketika dilontarkan dalam sebuah tayangan yang ditonton oleh orang banyak. 

Para narasumber itu menjadi manja dan menuntut. Mereka, seperti disimpulkan oleh Dana, meminta untuk disikapi dengan terbuka, dipahami dan diterima. Sekarang saatnya saya untuk menempatkan diri seolah-olah bagian dari dunia lesbian yang diangkat dalam "Peristiwa" itu. Saya akan memilih untuk berada di seberang, di ruang yang berbeda. Tak ada waktu bagi saya untuk bermanja-manja dengan tuntutan apapun. 

Jadi, mengapa tayangan "Peristiwa" edisi lesbian di TV7 menjadi serba salah di mata saya? Mengapa saya menjadi begitu rese? Kemasan, itulah persoalannya. "Persitiwa" menampilkan dunia lesbian secara klise lewat pengakuan pedih yang bercengeng-cengeng, penolakan diri dan masyarakat, komunitas nista yang tertolak. Padahal, ada profil Swara Srikandi juga di situ, sebuah organisasi lesbian di Jakarta. 

Nah, jadi, mengapa tidak mengulik kesibukan organisasi itu saja? Apa kegiatannya dan sebagainya? Tentu ini akan lebih menarik. Pada sesi "Kisah Sepasang Lesbian" juga menarik. Ditampilkan profil sepasang kekasih lesbian, Kris (20 tahun, mahasiswi) dan Ree (30). Kris antara lain mengaku, tahu dirinya lesbi sejak usia 11 tahun. Sedangkan Ree pernah menikah, tapi merasa sulit hidup dengan laki-laki. Setelah terbuka kepada orangtua, Ree minta cerai dan masuk pergaulan homoseksual. Ia merasa hidup menjadi indah ketika mencintai sesama perempuan. 

Apakah Kris dan Ree tidak tahu bahwa agama melarang hubungan sesama jenis? Apakah ia tidak takut dosa? Apa pandangan mereka tentang Tuhan dan agama? Ah, itu bukan urusan TV7. Mestinya. Tapi, karena TV7 terlalu jauh dan nyinyir, saya jadi tidak bersimpati pada Kris dan Ree. Dan, saya tidak salah untuk sikap saya itu. TV7 yang "salah" mengemas acaranya. 

01/04/2003 

Kembali ke berita dan gosip


 

Anda ingin mempunyai email dari situs Klit
user@klit.i-p.com segera klik ini

   

Contact email to founder : wienda_mansion@yahoo.com
Contact email to webmaster : klit_dalnet@yahoo.com

 

| BuKu TaMu | FoRuM | Log Out |


Copyright (c) Klit Generation 2003, Yogyakarta, Indonesian