| KLIT
HOME | Berita
/ gosip terbaru KLIT |
Photo Founder KLIT | Photo sOP KLIT | Photo
aOP KLIT | Photo
Lesbian other |
| Cerita-cerita
HOT | Photo-photo
HOT | Movie-movie
HOT | Daftar
hitam wanita | Artikel
umum | IRC Help |
| IRC
tools | Download | Bintang
zodiak | Ramalan
cuaca | Serba-serbi | FORUM | Log Out |
Karena kekurangan artikel, artikel yang di kutip dari web laen pun jadi :P
Gaya Hidup Urban = Homoseksualitas ?
Untuk pertama kalinya sebuah diskusi tentang gaya hidup masyarakat urban menampilkan seorang pembicara yang mewakili kaum homoseksual. Ini tidak terjadi di San Fransisco, atau Sidney melainkan di Jakarta. Tentu saja, kehadiran wakil dari kalangan yang selama ini tersembunyi itu menjadi daya tarik tersendiri dari acara yang digelar oleh British Council Jakarta, awal Mei lalu itu. Sayang, diskusi ternyata justru berlangsung "garing" dan kurang fokus.
Diskusi itu bertema "Masyarakat Urban dan Gaya Hidup", dan menampilkan empat orang pembicara yang mewakili berbagai lapis masyarakat urban. Yakni, Ismira Lutfia (Lutti) mewakili kelompok perempuan kosmopolitan, Nia Dinata mewakili kelompok budaya, Abdul Mu'ti mewakili kelompok agama dan Marcel Latuihamallo mewakili kelompok komunitas homoseksual.
Ketika keempat pembicara dipanggil oleh moderator Ben Hamzah dari Paramadina untuk menempatkan diri di mimbar, perhatian peserta diskusi langsung tertuju pada sosok Marcel. Demikian juga dengan sang moderator, dengan nada yang sedikit menggoda, nyeletuk, "I like your dress," demi melihat panampilan Marcel yang ala sufi dengan jubah putihnya yang menjutai sampai lutut dan dipadu semacam rompi hitam.
Mendapat kesempatan pertama, Marcel pun menuturkan tentang dunianya dalam kaitan dengan gaya hidup perkotaan. Sayang, ia tampaknya tidak siap dengan materi, sehingga tuturannya "ngalor-ngidul" tanpa juntrungan. Celakanya, isu homosekualitas kemudian seperti menjadi penuntun bagi ketiga pembicara lain. Nia Dinata misalnya, sutradara film "Ca Bau Kan" itu, banyak bercerita tentang persahabatannya yang unik dengan seorang lelaki gay, yang kemudian menimbulkan pertanyaan bagi anak-anaknya.
Lutti, Gadis Tiara Sunsilk 1997 yang kini menjadi staf humas PT Rio Tinto, juga sedikit-banyak menyinggung pengalamannya menghadirkan Tata Dado, penghibur lelaki yang selalu tampil sebagai perempuan itu, dalam sebuah acara di perusahaannya. Bahkan, Abdul Mu'ti yang dari PP Muhammadiyah itupun mengikuti "irama" diskusi itu dengan mengungkapkan sebagian pengalamannya ketika belajar di Australia, bahwa di sana dua lelaki jalan bersama pasti disangka gay.
So? Lalu, apa dong yang disebut sebagai 'masyarakat urban" dan ada apa dengan 'gaya hidup' mereka sehingga harus didiskusikan? Moderator tak cukup tangkas untuk "mengembalikan" diskusi itu ke temanya. Untunglah, Nia Dinata cukup cerdas ketika di akhir penuturannya tentang pengalaman hidupnya sendiri, kemudian membuat semacam kesimpulan, bahwa masyakat urban adalah masyarakat yang telah mendapat banyak pengaruh dari luar, dan begitu hebatnya pengaruh itu sampai-sampai membuat yang bersangkutan nyaris kehilangan dirinya sendiri.
"Masyarakat urban tidak pernah bertanya, kita maunya apa, tapi lebih banyak mengikuti tren," ujar Nia. Dalam konteks inilah, Nia memuji pilihan yang diambil Lutti yang sebagai mantan Gadis Tiara Sunsilk lebih memilih jalan pekerjaan formal ketimbang bergelut, misalnya, di dunia model atau sinetron. Dalam bahasa Marcel, masyarakat urban adalah orang-orang yang bisa menyatakan dirinya. Dan, seperti ditambahkan Lutti, mereka memiliki pandangan yang terbuka tentang banyak hal, termasuk misalnya soal single parent
dan, lagi-lagi, homoseksualitas.
01/06/2003
Anda ingin mempunyai email dari situs Klit |
Contact
email to founder : wienda_mansion@yahoo.com |
| BuKu TaMu | FoRuM | Log Out |
Copyright (c) Klit Generation 2003, Yogyakarta, Indonesian