| KLIT HOME | Berita / gosip terbaru KLIT | Photo Founder KLIT | Photo sOP KLIT | Photo aOP KLIT | Photo Lesbian other |
| Cerita-cerita HOT | Photo-photo HOT | Movie-movie HOT | Daftar hitam wanita | Artikel umum | IRC Help |
|
IRC tools | Download | Bintang zodiak | Ramalan cuaca | Serba-serbi | FORUM | Log Out |


Short Stories
Caroline, Anisa, dan Untari

Pengarang : Ratri M.

| Page 1 | Page 2 | Page 3 |

Di salah satu sudut kota Bandung yang masih sepi, pagi itu melaju angkutan umum perlahan, mencari penumpang. Penumpang pertama yang naik adalah seorang biarawati, lengkap dengan kerudungnya, Caroline. Beberapa saat kemudian penumpang kedua naik, Anisa, perempuan cantik dengan jilbabnya. Ia tersenyum ramah pada Caroline. Senyum sapa di pagi hari bagi orang yang tak dikenalnya, namun yang pasti satu kendaraan dengannya. Belum lagi sepuluh menit, naiklah Untari perempuan setengah baya yang masih sangat menarik dan tampak jauh muda dari usia sebenarnya, ia mengambil tepat berhadapan dengan dua penumpang sebelumnya. Untari duduk persis disebelah pintu angkutan itu. Posisi duduknya agak miring menghadap ke arah depan kaca, searah pengemudi menatap jalan.

Ketiga penumpang itu memang tak saling kenal. Hanya saja kebetulan mereka satu arah. Meski memang tidak satu tujuan. Dalam kediaman itu masing-masing sibuk dengan benaknya masing-masing. Sebuah lembaga pendidikan tinggi Teologi dilewati, lalu angkutan itu menikung, melalui sebuah pesantren putri, dan tak lama kemudian papan nama salah satu Universitas yang cukup ternama di kota itu pun juga dilalui. Pikiran masing-masing dari penumpang itu pun kembali melayang. Pada ingatan masing-masing.

C a r o l i n e ;
Aku dulu pernah lama bergulat di kampus Teologi ini. Begitu banyak yang harus kukaji ulang. Aku pikir, rasakan, dan kujalani. Pergulatan pikiran atas nama dosa dan pahala, atas nama surga dan neraka, hampir setiap hari, setiap waktu, dan setiap detik, selalu harus aku pelajari. Begitu banyak pertanyaan yang kusimpan sejak aku mulai mengenal diriku. Tapi begitu banyak pula jawaban yang tak kan pernah bisa kuperoleh. Sebelum aku memutuskan menjadi pengantin Tuhan, aku menyadari, banyak rahasia hatiku yang tidak akan pernah aku ketahui maknanya. Sesaat aku menginjak usia dewasa, aku begitu banyak memikirkan soal hawa nafsuku. Soal kasih dan cintaku.

Terlalu banyak misteri yang tak kan pernah kutahu makna dan jawabannya. Sejak usiaku 13 tahun, aku tahu bahwa ada yang berbeda antara diriku dengan teman-teman perempuanku yang lain. Awalnya memang tak pernah kusadari, tapi lama kelamaan tanya dalam hati ini seolah tak juga mau ditahan. Mengapa aku tak pernah merasakan jatuh hati pada Andrew, si Ketua OSIS SMP, atau pada Deny si jago basket, atau juga pada peraih predikat siswa teladan, Anton? Kenapa aku justru ingin merasa dekat dengan Anita, bintang kelas yang sungguh cantik itu? lalu begitu aku melanjutkan ke SMA, tidak pula rasa itu beralih pada Hilman, Ditto, Hartono atau anak lelaki lainnya, tetapi mengapa rasa itu inginnya tercurahkan pada Lusi? Hanya pada Tuhan memang aku berserah, seperti juga aku menyerahkan tubuh ini pada Tuhan.

Aku sejak dulu memang berangan menjadi biarawati, menjadi pengantin Tuhan. Milik Tuhan, apapun yang akan terjadi. Di usiaku yang ke 16, aku paham akan kemarahan tertahan, juga pandangan penuh hina meski sesaat- dari suster Anastasia ketika aku menanyakan persoalan rasaku ini. Aku pun bisa menyadari keheranan suster Bernadette, juga cercaan penuh selidik, hampir seperti letupan kemarahan, akan tanyaku yang kusampaikan setahun kemudian. Dan akupun bisa memahami dan mengucap syukur atas sikap ramah, penuh pengertian, dan bijaksana dari suster Christina, yang memanggilku atas laporan suster Bernadette. Terlebih lagi aku lega ketika Suster kepala, Suster Maria, tersenyum dan mau menerimaku sebagai calon biarawati, persis setahun setelah persoalanku di bicarakan di kalangan’tertutup’ para biarawati. Puji Tuhan.

Aku tak pernah ingin mengingkari janjiku pada-MU. Kau tetaplah satu-satunya tujuan hidupku. Hanya dengan cinta dan kasih-MU, aku bisa berbagi cinta dan kasih sayangku pada sesama manusia, pada umat-MU. Jalan-Mu lah yang mampu menerangi jalanku, api-Mu lah yang menjadi lentera bagiku.

Seperti juga kasih-MU yang tak pernah membeda-bedakan siapapun juga. BagiMu semua perlu dikasihi, tak hanya kawan dan musuh-MU, tapi juga para pelacur pun kau terima dengan hangat dan tangan penuh suka. KAU tak pernah membalas hinaan dan kekejian dengan balasan yang jahat. Maka keringat dan darahku hanya untuk-MU. Tak lain. Kehidupanku untuk memuliakan nama-MU. Tiada lebih. Hanya salahkah bila diri ini dulu bertanya. Mempertanyakan segala rasa kasih, cinta, dan ataukah nafsu sebagai manusia ini?

Tulisan diambil dari salah satu sumber di internet [swara srikandi]

Kembali ke artikel utama


 

Anda ingin mempunyai email dari situs Klit
user@klit.i-p.com segera klik ini

   

Contact email to founder : wienda_mansion@yahoo.com
Contact email to webmaster : klit_dalnet@yahoo.com

 

| BuKu TaMu | FoRuM | Log Out |


Copyright (c) Klit Generation 2003, Yogyakarta, Indonesian